2 research outputs found
Musical Cities
Musical Cities represents an innovative approach to scholarly research and dissemination. A digital and interactive 'book', it explores the rhythms of our cities, and the role they play in our everyday urban lives, through the use of sound and music.
Sara Adhitya first discusses why we should listen to urban rhythms in order to design more liveable and sustainable cities, before demonstrating how we can do so through various acoustic communication techniques. Using audio-visual examples, Musical Cities takes the ‘listener’ on an interactive journey, revealing how sound and music can be used to represent, compose, perform and interact with the city. Through case studies of urban projects developed in Paris, Perth, Venice and London, Adhitya demonstrates how the power of music, and the practice of listening, can help us to compose more accessible, inclusive, engaging, enjoyable, and ultimately more sustainable cities
HILANGNYA HAK MENDAHULUI NEGARA DALAM PENAGIHAN UTANG PAJAK DALAM PERKARA KEPAILITAN (STUDI KASUS PT. BESTINDO TATA INDUSTRI)
Pasal 21 UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan terakhir dirubah dengan UU No.16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut
UU KUP), menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan
memiliki hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak yang akan
dilelang dimuka umum. Namun, dalam kasus kepailitian PT. Bestindo Tata Industri,
negara tidak memperoleh hak mendahulu atas utang pajak dan faktanya hak tersebut
dapat gugur. Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apa dasar pertimbangan
hakim dengan mengesampingkan atas hak preferensi Negara atas pelunasan utang
pajak dalam perkara kepailitan PT. Bestindo Tata Industri, bagaimana sistem
pembagian pelunasan yang mampu memberikan rasa keadilan bagi kreditur terhadap
pailitnya perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis dasar pertimbangan
hakim dengan mengesampingkan atas hak preferensi Negara atas pelunasan utang
pajak dalam perkara kepailitan PT. Bestindo Tata Industri, mengkaji dan menganalisis
sistem pembagian pelunasan yang mampu memberikan rasa keadilan bagi kreditur
terhadap pailitnya perusahaan. Penelitian ini menitikberatkan pada penelitian yuridis
normatif dengan tipe judicial case study, yaitu pendekatan studi kasus hukum karena
konflik yang diselesaikan melalui putusan pengadilan. Spesifikasi penelitian yang
digunakan adalah deskriptif analitis yang menggambarkan dan melaporkan secara
rinci, sistematis dan menyeluruh dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak qq Kantor
Pratama Serang telah lalai dalam melaksanakan tugasnya terbukti dengan adanya
daluwarsa penagihan piutang pajak yaitu setelah melampaui waktu 2 tahun dari sejak
verifikasi terakhir utang (insolvensi), sehingga hak mendahulu Negara menjadi gugur.
Sistem pembagian pelunasan yang mampu memberikan rasa keadilan bagi kreditor
terhadap pailitnya perusahaan adalah prinsip pari passu pro rata parte karena lebih
menekankan pada pembagian harta debitor untuk melunasi utang-utangnya terhadap
kreditor secara berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya dan bukan dengan
cara sama rata, sehingga dengan adanya prinsip pari passu pro rata parte para kreditor
dapat menerima pembayaran piutangnya sesuai dengan besaran piutangnya.
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu Kantor Pajak Pratama Serang mengajukan
pengalihan kepada kurator telah lewat waktu 2 (dua) tahun dari masa insolvensi.
Pembagian harta pailit debitor berdasarkan prinsip pari passu pro rata parte, sehingga
bukan semata merata melainkan proporsional namun tetap mengutamakan hak
mendahulu Negara dari pada kreditor lainnya, guna melaksanakan pembangunan
sesuai dengan konsep asas kemanfaatan yaitu pajak yang dipungut oleh Negara untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum